PENGANTAR
KESEHATAN MASYARAKAT
1. Sejarah Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Berbicara kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh metologi
Yunani yaitu Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita Mitos Yunani
tersebut Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang tampan dan
pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang telah
ditempuhnya, tetapi diceritakan bahwa ia telah dapat mengobati penyakit dan
bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu dengan baik.
Hegeia, seorang asistenya yang juga istrinya juga telah melakukan upaya
kesehatan. Bedanya antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan/penanganan
masalah kesehatan adalah ;
a. Asclepius melakukan
pendekatan (pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi pada
seseorang.
b. Higeia mengajarkan kepada
pengikutnya dalam pendekatan masalah kesehatan melalui “hidup seimbang”,
seperti mengindari makanan/minuman yang beracun, makan makanan yang bergizi
(baik) cukup istirahat dan melakukan olahraga. Apabila orang sudah jatuh sakit
Higeia lebih menganjurkan melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk
menyembuhkan penyakitnya tersebut, anatara lain lebih baik dengan memperkuat
tubuhnya dengan makanan yang baik, daripada dengan pengobatan/pembedahan.
Dari cerita dua tokoh di atas,
berkembanglah 2 aliran/pendekatan dalam menangani masalah kesehatan. Kelompok
pertama cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang
selanjutnya disebut pendekatan kuratif/pengobatan. Kelompok ini pada umumnya
terdiri terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater dan praktisi-praktisi lain
yang melakukan pengobatan fisik, mental maupun sosial. Sedangkan kelompok
kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan upaya-upaya
pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadi
penyakit. Ke dalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat
lulusan-lulusan sekolah/institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang.
Dalam perkembangan
selanjutnya, seolah-olah terjadi dikotomi antara kelompok kedua profesi, yaitu
pelayanan kesehatan kuratif (curative health care), dan pelayanan
pencegahan/preventif (preventive health care). Kedua kelompok ini dapat
dilihat perbedaan pendekatan :
a. Pendekatan kuratif :
1) Dilakukan terhadap sasaran
secara individual.
2) Cenderung bersifat reaktif
(menunggu masalah datang, misal dokter menunggu pasien datang di
Puskesmas/tempat praktek).
3) Melihat dan menangani
klien/pasien lebih kepada sistem biologis manusia/pasien hanya dilihat
secara parsial (padahal manusia terdiri dari bio-psiko-sosial yang terlihat
antara aspek satu dengan lainnya.
b. Pendekatan preventif,
1) Sasaran/pasien adalah masyarakat (bukan perorangan).
2) Menggunakan pendekatan proaktif,
artinya tidak menunggu masalah datang, tetapi mencari masalah. Petugas turun di lapangan/masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah
dan melakukan tindakan.
3) Melihat klien sebagai makhluk
yang utuh, dengan pendekatan holistik. Terjadiya penyakit tidak semata
karena terganggunya sistem biologis tapi aspek bio-psiko-sosial.
2. Pengertian Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Menurut
Winslow (1920) bahwa Kesehatan Masyarakat (Public Health) adalah Ilmu dan
Seni : mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan,
melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian masyarakat “ untuk :
- Perbaikan sanitasi lingkungan
- Pemberantasan penyakit-penyakit menular
- Pendidikan untuk kebersihan perorangan
- Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan
perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
- Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin
setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara
kesehatannya.
Menurut Ikatan Dokter Amerika (1948) Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan
seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
usaha-usaha pengorganisasian masyarakat.
Dari batasan
kedua di atas, dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat itu meluas dari
hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu kedokteran kuratif, ilmu
kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial, dan itulah cakupan ilmu
kesehatan masyarakat.
3. Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Disiplin
ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup :
a. Ilmu biologi
b. Ilmu kedokteran
c. Ilmu kimia
d. Fisika
e. Ilmu Lingkungan
f. Sosiologi
g. Antropologi (ilmu yang
mempelajari budaya pada masyarakat)
h. Psikologi
i. Ilmu pendidikan
Oleh karena itu ilmu kesehatan
masyarakat merupakan ilmu yang multidisiplin.
Secara garis
besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering
disebut sebagai pilar utama Ilmu Kesehatan Masyarakat ini antara lain sbb :
1. Epidemiologi.
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
3. Kesehatan Lingkungan.
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku.
5. Administrasi Kesehatan Masyarakat.
6. Gizi Masyarakat.
7. Kesehatan Kerja.
4. Upaya-upaya Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya
harus secara multidisiplin. Oleh karena
itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya mempunyai bentangan yang
luas. Semua kegiatan baik langsung maupun tidak untuk mencegah penyakit (preventif),
meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan
sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan
(fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat.
Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau
penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut :
a. Pemberantasan penyakit, baik
menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman
d. Pemberantasan Vektor
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
g. Pembinaan gizi masyarakat
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
i. Pengawasan Obat dan Minuman
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
5. Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)
Abad Ke-16
|
Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan
cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga
berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu
melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
|
Tahun 1807
|
Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan
pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam
rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak
berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih.
|
Tahun 1888
|
Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung,
yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang,
surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium
ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan
sanitasi.
|
Tahun 1925
|
Hydrich,
seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan
dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto,
Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
|
Tahun 1927
|
STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi)
berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun
1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam
menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan
masyarakat Indonesia
|
Tahun 1930
|
Pendaftaran dukun bayi sebagai
penolong dan perawatan persalinan
|
Tahun 1935
|
Dilakukan
program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT
dan vaksinasi massal.
|
Tahun 1951
|
Diperkenalkannya
konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang
kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat
dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan
inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan
kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional
dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan
sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
|
Tahun 1952
|
Pelatihan intensif dukun bayi
dilaksanakan
|
Tahun 1956
|
Dr.Y.Sulianti
mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi
pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model
keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
|
Tahun 1967
|
Seminar
membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan
masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem
Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
|
Tahun 1968
|
Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa
Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian
dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu,
menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan di kotamadya/kabupaten.
|
Tahun 1969
|
Sistem Puskesmas disepakati 2 saja, yaitu tipe A
(dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang
dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah
kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
|
Tahun 1979
|
Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada
satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi
puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas
dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk
perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerjasama tim.
|
Tahun 1984
|
Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan
keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare,
Immunisasi)
|
awal tahun 1990-an
|
Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk kegiatan pokok.
|
Kepustakaan
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ;
Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Depkes, 2005. Dr. J. Leimena, Peletak Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan
Primer (Puskesmas),http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1099&Itemid=2
diakses tanggal 5 Agustus 2005
Soal latihan :
1. Sebutkan
perbedaan pelayanan dengan pendekatan kuratif dan pendekatan preventif !
2. Sebutkan pengertian kesehatan masyarakat menurut Winslow dan Ikatan
dokter Amerika !
3. Sebutkan ruang lingkup kesehatan masyarakat !
4. Apa yang dimaksud upaya kesehatan masyarakat ? secara garis besar
meliputi apa saja ?
5. Jelaskan secara singkat perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia !
PENDIDIKAN
KESEHATAN MASYARAKAT
A. Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan
kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat
mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh
seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan
itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan
sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap
dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran
pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah
sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
B. Ruang lingkup pendidikan
kesehatan masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi
:
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu
dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok
dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan
masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah
sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di
sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di
masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi
kesehatan (Health Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan
sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk
perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk
diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment)
misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko
kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk
rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan kondisi cacat
melalui latihan-latihan tertentu.
C. Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual
(perorangan)
Bentuk dari metode individual
ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan
petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi
oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan
dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima
perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari
bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia
tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang
sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang
kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar
atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan
tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok
untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk
sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu
penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap
kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan
pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak
ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain
Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu
masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban
tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya
mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah
semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi
diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian
dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2
pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan
mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang
ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya
terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok
langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu
permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok
mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok
tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role
Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk
memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat
atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat.
Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan
tugas.
6) Permainan simulasi
(Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan
dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis
seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan
papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai
nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public
speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya
oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang
kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah
merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien
dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau
masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan
kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di
dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak
sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di
majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang
kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang
dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk
pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang
dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
D. Alat bantu dan media
pendidikan kesehatan
1. Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan
pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale
membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus
menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu
kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai intensitas
tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan
lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata.
Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya
paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran
pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih
banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan
bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan
untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan
untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan
untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan
pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan
informasi oleh sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra,
yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang
lebih 75-87% pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata,
sedangkan 13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat
disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan
penerimaan informasi atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang
untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian
yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan
pengertian yang diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual
aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
- alat yang tidak diproyeksikan ;
untuk dua dimensi misalnya gambar, peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya
bola dunia, boneka, dsb.
2) Alat bantu dengar (audio
aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio
visual aids) ; televisi dan VCD.
d. Sasaran yang dicapai alat
bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran
seperti ; kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman
mereka tentang pesan yang akan diterima.
e. Merencanakan dan menggunakan
alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini
dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan /
pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah
laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam
latihan / penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian
terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu
pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta,
prosedur, tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat
peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap
harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita
harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat peraga secara
tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh : satu set flip chart
tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus diperlihatkan satu persatu
secara berurutan sambil menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian
diadakan pembahasan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi
komunikasi dua arah. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya
mempertunjukkan lembaran-lembaran flip chart satu demi satu tanpa menerangkan
atau membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut mungkin gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya.
Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan film slide.
Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta huruf akan
berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat yang
digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik,
untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal
yang akan dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke
seluruh pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya
berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para
peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan atau mencoba alat-alat
tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan
humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio
visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut
merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena
alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai
penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) :
Cetak, elektronik, media papan (bill board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk
menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : melalui
lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3) Flyer (selebaran) ;
seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik)
; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk
buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya
berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan
pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster ialah bentuk
media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di
tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang
mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk
sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz,
atau cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk
obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc
(VCD)
4) Slide : slide juga dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media papan (bill board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi
dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini
juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kendaraan umum (bus/taksi).
E. Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respons).
Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent
respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan
tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya : makanan lezat
menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menimbulkan mata
tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi
respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang
kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena
sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya
hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya
tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau
instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti
oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing
stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu,
perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku
tertentu yang telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah
melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi
lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap
sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif
(mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun
di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya :
perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah
respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu
untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan
kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini
mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan, dan obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap
dan pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition
behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital
bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap
makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan
makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan
kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini
seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan
air kotor, dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan
sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health
behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih
makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness
behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal
keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha
mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the
sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan
oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini
disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan
tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.
Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah
respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu
penyakit tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang
menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di
atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif
mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap
kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert
behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu
perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua
contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan
orang pada kasus kedua sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh
karena itu perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka
disebut ”overt behavior”.
4. Domain perilaku kesehatan
a. Menurut Bloom
1) Perilku kognitif (kesadaran,
pengetahuan)
2) Afektif (emosi )
3) Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara
1) Cipta (peri akal)
2) Rasa (peri rasa)
3) Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
1) Knowledge (pengetahuan),
yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (rasa,
lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.
2) Attitude (sikap), yaitu reaksi
atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek.
Ahli lain menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
3) Practice (tindakan/praktik).
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.
Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi
dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu
tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang
tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk
mengubah masing-masing domain perilaku
Merubah
Pengetahuan
|
Merubah Sikap
|
Merubah
Praktik
|
Ceramah
|
Diskusi Kelompok
|
Latihan sendiri
|
Kuliah
|
Tanya Jawab
|
Bengkel kerja
|
Presentasi
|
Role Playing
|
Demonstrasi
|
Wisata Karya
|
Pemutaran film
|
Eksperimen
|
Curah pendapat
|
Video
|
|
Seminar
|
Tape Recorder
|
|
Studi kasus
|
Simulasi
|
|
Tugas baca
|
||
Simposium
|
||
Panel
|
||
Konferensi
|
5. Tiga faktor pokok yang
melatarbelakangi/mempengaruhi perilaku :
a. Faktor Predisposing, berupa
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
b. Faktor Enabling/pemungkin,
berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan.
c. Faktor
Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.
F. Perubahan perilaku dan proses
belajar
1. Teori stimulus dan
transformasi
Teori stimulus - respon kurang
memperhitungkan faktor internal, dan transformasi yang telah memperhitungkan
faktor internal. Teori stimulus respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi
menyatakan bahwa apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan
rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam ( black box). Belajar
adalah mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan tanggapan - tanggapan
dengan mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya tanggapan
pada subyek belajar.
Teori transformasi yang
berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan bahwa belajar adalah merupakan
proses yang bersifat internal di mana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal itu
misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya
fakta, informasi, ketrampilan, intelektual, strategi.
2. Teori-teori belajar sosial
(social learning)
a. Teori belajar sosial dan
tiruan dari Millers dan Dollard
Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;
1) Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang
sama.
2) Tingkah laku tergantung (macthed
dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu
mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang semula
hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak ada, ia
akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
3) Tingkah laku salinan (copying behavior)
Perbedaannya
dengan tingkah laku bergantung adalah dalam tingkah laku bergantung ini si
peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada
saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan
juga tingkah laku model di masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku
model dalam kurun waktu relatif panjang ini akan dijadikan patokan si peniru
untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga
lebih mendekati tigkah laku model.
b. Teori belajar sosial dari Bandura
dan Walter
1) Efek modeling (modelling
effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga
sesuai dengan tingkah laku model.
2) Efek menghambat (inhibition)
dan menghapus hambatan (disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak
sesuai dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai
dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku
yang dapat menjadi nyata.
3) Efek kemudahan (facilitation
effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh
peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Kepustakaan :
Ali, Zaidin. 2000. Dasar-dasar
pendidikan kesehatan masyarakat, ed. 1.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu
Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
Depkes RI. Tt. Buku pedoman
kerja Puskesmas jilid III
Soal Latihan :
1. Jelaskan prinsip-prinsip pendidikan kesehatan !
2. Jelaskan
ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat !
3. Sebutkan
metode pendidikan kesehatan
4. Sebutkan
macam-macam alat bantu pendidikan kesehatan !
5. Sebutkan metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku
!
6. Jelaskan 3 faktor yang mempengaruhi perilaku !
MANAJEMEN
KESEHATAN
A. Konsep dasar dalam manajemen kesehatan
1. Pengertian
manajemen
a. Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan dengan menggunakan orang lain (Robert D. Terry)
b. Manajemen
adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan
diawasi (Encyclopaedia of sosial sciences)
c. Manajemen
membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan
fungsi-fungsinya dapat dipecahkan sekurang-kurangnya 2 tanggung jawab utama
(perencanaan dan pengawasan)
d. Manajemen
adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang /lebih untuk mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan) yang tidak dapat
dicapai oleh hanya satu orang saja. (Evancevich)
Dari
batasan-batasan tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan umum bahwa “ Manajemen
adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai suatu tujuan atau
menyelesaikan pekerjaan.” Apabila batasan
ini diterapkan dalam bidang kesehatan masyarakat dapat dikatakan sebagai
berikut :
“ Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk
mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.” Dengan kata lain manajemen
kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan
kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen adalah
sistem pelayanan kesehatan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003)
2. Fungsi
manajemen
Perbandingan beberapa fungsi manajemen menurut 4 pakar manajemen ilmiah
Tokoh
|
Fungsi
manajemen
|
George Terry
|
Planning,
Organizing, Actuating, Controlling
|
L. Gullick
|
Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting, Budgetting
|
H. Fayol
|
Planning, Organizing, Commanding, Coordinating,
Controlling
|
Koonzt O’ Donnel
|
Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Controlling
|
Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai
dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menetapkan
alternative kegiatan untuk pencapaiannya.
Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan menajemen
untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Actuating (directing, commanding, motivating, staffing,
coordinating) atau fungsi penggerakan pelaksanaan adalah proses
bimbingan kepada staff agar mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan
tugas-tugas pokoknya sesuai dengan ketrampilan yang telah dimiliki, dan
dukungan sumber daya yang tersedia.
Controlling (monitoring) atau pengawasan dan pengendalian (wasdal)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi
penyimpangan.
B. Penerapan manajemen di bidang
kesehatan
Sehat adalah suatu keadaan yang
optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya terbatas pada
keadaan bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Tujuan sehat yang ingin
dicapai oleh sistem kesehatan adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Sesuai dengan tujuan sistem kesehatan tersebut,
administrasi (manajemen) kesehatan tidak dapat disamakan dengan administrasi
niaga (business adminstration) yang lebih banyak berorientasi pada upaya untuk
mencari keuntungan finansial (profit oriented). Administrasi kesehatan lebih
tepat digolongkan ke dalam administrasi umum/publik (public administration)
oleh karena organisasi kesehatan lebih mementingkan pencapaian kesejahteraan
masyarakat umum.
Manajemen kesehatan harus
dikembangkan di tiap-tiap organisasi kesehatan di Indonesia seperti Kantor
Depkes, Dinas Kesehatan di daerah, Rumah Sakit dan Puskesmas dan jajarannya.
Untuk memahami penerapan manajemen kesehatan di RS, Dinas Kesehatan dan
Puskesmas perlu dilakukan kajian proses penyusunan rencana tahunan Depkes dan
Dinas Kesehatan di daerah. Khusus untuk tingkat Puskesmas, penerapan manajemen
dapat dipelajari melalui perencanaan yang disusun setiap lima tahun (micro
planning), pembagian dan uraian tugas staf Puskesmas sesuai dengan
masing-masing tugas pokoknya.
C. Ruang lingkup manajemen kesehatan
1. manajemen personalia (mengurusi SDM)
2. manajemen keuangan
3. manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan
peralatan)
4. manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi
manajemen (mengurusi pelayanan kesehatan )
D. Ekonomi layanan kesehatan
Masyarakat Indonesia sejak awal
tahun 1998 kembali dilanda krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1965.
Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 juga memperburuk krisis ekonomi yang
berkepanjangan juga berdampak pada bidang kesehatan. Kemampuan pusat-pusat
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang menyediakan jasa
pelayanan kesehatan bermutu dan harga obat yang terjangkau oleh masyarakat umum
semakin menurun. Di sisi lain, kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya kesadaran mereka akan arti hidup sehat. Namun, daya beli
masyarakat untuk memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan semakin menurun akibat
krisis ekonomi yang berkepanjangan, terutama harga obat-obatan yang hampir
semua komponennya masih diimpor.
Depkes sudah mengantisipasi
dampak krisis ekonomi di bidang kesehatan dengan menyesuaikan terus kebijakan
pelayanannya terutama di tingkat operasional. Peningkatan mutu pelayanan
kesehatan primer, baik di Puskesmas maupun di RS Kabupaten harus dijadikan
indikator penerapan kebijakan baru di bidang pelayanan kesehatan. Realokasi
dana DAU dan DAK juga perlu terus dikembangkan oleh Pemda untuk membantu
penduduk miskin. Beberapa kebijakan operasional yang sudah mendapat perhatian
dalam menghadapi krisis kesehatan ini adalah :
- Meletakkan landasan kebijakan kesehatan yang lebih bersifat
pencegahan (preventif)
- Kebijakan obat nasional harus diarahkan untuk pemasyarakatan obat-obatan
esensial yang terjangkau oleh masyarakat. Meskipun dengan dalih untuk
membuka peluang bagi penanaman modal asing (PMA), pembatasan jumlah
industri farmasi harus dilaksanakan secara ketat.
- Etika kedokteran dan tanggung jawab profesi seharusnya mendapat porsi
yang lebih besar dalam pendidikan dokter agar dokter yang ditamatkan oleh
Fakultas Kedokteran di Indonesia juga dapat berfungsi sebagai cendikiawan
di bidang kesehatan.
- Kesehatan merupakan hak masyarakat yang perlu terus diperjuangkan
terutama penduduk miskin karena sudah merupakan komitmen global
pemerintah. Oleh karena itu, LSM kesehatan perlu terus diberdayakan
(bagian dari reformasi kesehatan) agar mereka mampu menjadi pendamping
kelompok-kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan.
Pembiayaan kesehatan
Sumber utama pembiayaan kesehatan
1. Pemerintah
2. Swasta
3. Masyarakat
dalam bentuk pembiayaan langsung (fee for service) dan asuransi
4. Sumber-sumber
lain dalam bentuk hibah atau pinjaman dari luar negeri
Pembiayaan kesehatan di masa depan akan semakin mahal karena :
1. Pertumbuhan
ekonomi nasional yang juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan (demand)
masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.
2. Perkembangan teknologi kedokteran dan pertumbuhan industri kedokteran. Hampir
semua teknologi kedokteran masih diimpor sehingga harganya relatif mahal karena
nilai rupiah kita jatuh dibandingkan dolar Amerika.
3. Subsidi Pemerintah semakin menurun akibat krisis ekonomi tahun 1998. Biaya
pelayanan kesehatan di Indonesia sebelum krisis adalah 18 US
dólar/kapita/tahun, tapi kondisi ini menurun lagi setelah krisis yaitu 12 US
dólar/kapita/tahun pada tahun 2000. Seiring dengan turunnya kemampuan
pemerintah, daya beli masyarakat juga menurun untuk mengakses pelayanan
kesehatan.
Sumber kegiatan sektor kesehatan
- Pemerintah, yaitu APBN yang disalurkan
ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Dengan
diberlakukannya otonomi daerah, porsi
dana sektor kesehatan yang bersumber dari APBN menurun. Pemerintah pusat
juga masih tetap membantu pelaksanaan program kesehatan di daerah melalui
bantuan dana dekonsentrasi khususnya untuk pemberantasan penyakit menular.
- APBD yang bersumber dari PAD
(pendapatan asli daerah) baik yang bersumber dari pajak, atau penghasilan
Badan Usaha Milik Pemda. Mobilisasi dana kesehatan juga bisa bersumber
dari masyarakat dalam bentuk asuransi kesehatan, investasi pembangunan
sarana pelayanan kesehatan oleh pihak swasta dan biaya langsung yang
dikeluarkan oleh masyarakat untuk perawatan kesehatan. Dana pembangunan
kesehatan yang diserap oleh berbagai sektor harus dibedakan dengan dana
sektor kesehatan yang diserap oleh Dinas kesehatan.
- Bantuan luar negeri, dapat
dalam bentuk hibah (grant) atau pinjaman (loan) untuk investasi atau
pengembangan pelayanan kesehatan.
Asuransi
kesehatan
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari asuransi kesehatan merupakan salah
satu cara yang terbaik untuk mengantisipasi mahalnya biaya pelayanan kesehatan.
Alasannya antara lain
:
- Pemerintah dapat mendiversifikasi sumber-sumber pendapatan dari sektor
kesehatan.
- Meningkatkan efisiensi dengan cara memberikan peran kepada masyarakat
dalam pembiayaan pelayanan kesehatan.
- Memeratakan beban biaya kesehatan menurut waktu dan populasi yang
lebih luas sehingga dapat mengurangi resiko secara individu.
Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan resiko (sakit) dari
resiko perorangan menjadi resiko kelompok. Dengan cara mengalihkan resiko
individu menjadi resiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh
masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian
karena memperoleh jaminan.
Unsur-unsur asuransi kesehatan :
- Ada perjanjian
- Ada pemberian perlindungan
- Ada pembayaran premi oleh masyarakat
Jenis asuransi kesehatan yang
berkembang di Indonesia
- Asuransi
kesehatan sosial (Sosial Health Insurance)
Contoh : PT Askes untuk PNS dan penerima pensiun dan PT Jamsostek untuk
tenaga kerja swasta.
- Asuransi
kesehatan komersial perorangan (Private Voluntary Health Insurance)
Contoh :
Lippo Life, BNI Life, Tugu Mandiri, Takaful, dll.
- Asuransi
kesehatan komersial kelompok (Regulated Private Health Insurance)
Contoh : produk Asuransi Kesehatan Sukarela oleh PT Askes.
E. Pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat
1. Pengorganisasian masyarakat
a. Pengertian
Pengorganisasian
masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhannya dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan
tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala prioritas tadi berdasarkan atas
sumber-sumber yang ada di masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar,
dengan usaha secara gotong-royong.
b. Tiga aspek dalam pengorganisasian masyarakat
1) Proses
Pengorganisasian masyarakat merupakan proses yang dapat terjadi secara
sadar tetapi mungkin pula merupakan proses yang tidak disadari oleh masyarakat.
2) Masyarakat
Bisa
diartikan sebagai suatu kelompok besar yang mempunyai batas-batas geografis,
bisa pula diartikan sebagai suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan
bersama dan berada dalam kelompok yang besar tadi.
3) Berfungsinya
masyarakat (functional community)
a) Menarik orang-orang yang mempunyai inisiatif dan
dapat bekerja.
b) Membuat rencana kerja yang dapat diterima dan
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat.
c) Melakukan usaha-usaha/kampanye untuk menggolkan
rencana tersebut
c. Perencanaan
dalam pengorganisasian masyarakat
Dilihat dari segi perencanaannya, maka terdapat 2 (dua) bentuk, yaitu :
1) Bentuk yang langsung (direct), langkah-langkahnya
adalah :
a) Identifikasi
masalah/kebutuhan
b) Perumusan
masalah
c) Menggunakan nilai-nilai sosial yang sama dalam
mengekspresikan hal-hal tersebut di atas.
2) Bentuk yang tidak langsung (indirect)
Di sini harus ada orang-orang yang benar-benar yakin akan adanya
kebutuhan/masalah dalam m yang jika diambil tindakan-tindakan untuk
mengatasinya maka akan timbu manfaat bagi masyarakat.
Hal ini dapat berupa badan
perencanaan yang mempunyai dua fungsi, yaitu :
a) Untuk menampung apa yang direncanakan secara tidak
formal oleh para petugas.
b) Mempunyai efek samping terhadap mereka yang belum
termotivasi dalam kegiatan ini.
d. Pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat.
1) Spesific content objective
approach
Seseorang atau badan/lembaga yang telah merasakan adanya kepentingan nagi
masyarakat dapat mengajukan suatu program untuk memenuhi kebutuhan yang
dirasakan.
2) General content objective
approach
Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengkoordinir berbagai usaha dalam wadah
tertentu.
3) Proses objective approach
Penggunaannya agar timbul prakarsa dari masyarakat, timbul kerjasama dari
anggota masyarakat untuk akhirnya masyarakat sendiri mengembangkan kemampuannya
sesuai dengan kapasitas mereka dalam melakukan usaha mengatasi masalah.
Secara sederhana
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Tahapan Petugas
Masyarakat
a)
Pengenalan
masyarakat
b)
Pengenalan
masalah
c)
Penyadaran
d)
Pelaksanaan
e)
Evaluasi
f)
Perluasan
Murray G-Ross membagi peranan petugas dalam
beberapa jenis, antara lain sebagai : pembimbing, enabler dan ahli.
Sebagai pembimbing (guide) maka
petugas berperan untuk membantu masyarakat mencari jalan untuk mencapai tujuan
yang sudah ditentukan oleh masyarakat sendiri dengan cara yang efektif. Tetapi pilihan cara dan penentuan tujuan dilakukan sendiri oleh masyarakat
dan bukan oleh petugas.
Sebagai enabler, maka petugas
berperan untuk memunculkan dan mengarahkan keresahan yang ada dalam masyarakat
untuk diperbaiki.
Sebagai ahli (expert), menjadi
tugasnya untuk memberikan keterangan dalam bidang-bidang yang dikuasainya.
e. Persyaratan petugas
1. Mampu mendekati masyarakat dan merebut kepercayaan
mereka dan mengajaknya untuk kerjasama serta membangun rasa saling percaya
antara petugas dan masyarakat.
2. Mengetahui dengan baik sumber-sumber daya maupun sumber-sumber
alam yang ada di masyarakat dan juga mengetahui dinas-dinas dan tenaga ahli
yang dapat dimintakan bantuan.
3. Mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dengan
menggunakan metode dan teknik khusus sedemikian rupa sehingga informasi dapat
dipindahkan, dimengerti dan diamalkan oleh masyarakat.
4. Mempunyai kemampuan profesional tertentu untuk
berhubungan dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok tertentu.
5. Mempunyai pengetahuan tentang masyarakat dan
keadaan lingkungannya.
6. Mempunyai pengetahuan dasar mengenai ketrampilan
(skills) tertentu yang dapat segera diajarkan kepada masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
7. Mengetahui keterbatasan pengetahuannya sendiri.
2. Pengembangan masyarakat
a. Dasar pemikiran
Di dalam negara yang sedang
berkembang terdapat siklus keadaan yang merupakan suatu lingkaran yang tak
berujung yang menghambat perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Maksudnya,
keadaan sosial ekonomi rendah yang mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan,
ketidakmampuan dan ketidaktahuan ini selanjutnya mengakibatkan produktivitas
secara umum juga rendah, produktivitas yang rendah selanjutnya membuat keadaan
sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya.
Langkah-langkah untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat,
hendaknya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1) Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan
2) Pertinggi mutu potensi yang ada
3) Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada
4) Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan
b. Perbedaan antara pembangunan ekonomi dan
pengembangan masyarakat
Menurut Bhattacarya, pengembangan
masyarakat membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu
menumbuhkan kemampuan untuk berorganisasi, berkomunikasi dan menguasai
lingkungan fisiknya. Pembangunan ekonomi terjadi bila masyarakat melaksanakan
program-program pembangunan fisik tanpa mengembangkan kapasitas manusianya.
c. Unsur-unsur program pengembangan masyarakat
1) Program terencana yang terfokus kepada
kebutuhan-kebutuhan menyeluruh (total needs) dari masyarakat yang bersangkutan.
2) Mendorong swadaya masyarakat (ini merupakan unsur
paling utama)
3) Adanya bantuan teknis dari pemerintah maupun
badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sukarela, yang meliputi tenaga
personil, peralatan, bahan ataupun dana
4) Mempersatukan berbagai spesialisasi seperti
pertanian, peternakan, kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan
keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dll untuk membantu masyarakat.
d. Bentuk-bentuk program pengembangan masyarakat
Menurut Mezirow, ada 3 (tiga) jenis program dalam usaha pengembangan
masyarakat, yaitu :
1) Program integratif
Memerlukan pemgembangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis
2) Program adaptis
Fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan pada salah satu kementrian.
3) Program proyek
Dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan program
disesuaikan khusus kepada daerah yang bersangkutan
e. Penjabaran secara operasional
1) Biarkan agar masyarakat sendiri yang menentukan
masalah, baik yang dihadapi secara perorangan atau kelompok.
2) Biarkan agar masyarakat sendiri yang membuat
analisis untuk selanjutnya menyusun rencana usaha perbaikan yang akan
dilakukan.
3) Biarkan agar masyarakat sendiri yang mengorganisir
diri untuk melaksanakan usaha perbaikan tersebut.
4) Sedapat mungkin digali dari sumber-sumber yang ada
dalam masyarakat sendiri dan kalau betul-betul diperlukan dimintakan bantuan
dari luar.
f. Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan
masyarakat
1) Menumbuhkan rasa percaya
kepada diri sendiri
2) Menimbulkan rasa bangga dan semangat gairah kerja
3) Mengingatkan dinamika masyarakat untuk membangun
4) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kepustakaan
Notoatmojo, Soekidjo. 1997. Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Muninjaya, Gde AA, 2004. Manajemen
Kesehatan,ed.2. Jakarta : EGC
Prasetyo, Eko, 2005. Orang Miskin Dilarang Sakit. Yogyakarta :
Resist Book.
Azwar Azrul, 1998. Pengantar
administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara
Soal Latihan :
- Sebutkan salah satu pengertian manajemen !
- Sebutkan dan jelaskan fungsi manajemen menurut George Terry !
- Sebutkan ruang lingkup manajemen kesehatan !
- Sebutkan dan sumber kegiatan sektor kesehatan !
- Mengapa asuransi kesehatan merupakan salah satu
cara yang terbaik untuk mengantisipasi mahalnya biaya pelayanan kesehatan
?
- Sebutkan dan jelaskan 3 aspek pengorganisasian masyarakat !
- Sebutkan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar